SEJARAH PERPUSTAKAAN ISLAM
Pada masa kejayaan
Islam, perpustakaan merupakan sarana untuk belajar, hingga ummat Islam mampu
membangun peradaban besar yang bertahan beberapa abad lamanya. Banyak informasi
dan ilmu pengetahuan yang tidak terdokumentasikan dengan baik oleh umat Islam
dilupakan begitu saja. Akibatnya tatanan umat Islam baik aspek ekonomi,
politik, sosial, budaya dan aspek kehidupan yang lain mengalami stagnasi.
Sehingga ahirnya umat Islam hanya menjadi umat pengikut dari bangsa maju, yang
dalam hal ini adalah dunia barat. Padahal kita menyadari bahwa kemajuan dunia
barat dicapai dengan melalui penguasaan ilmu pengetahuan yang di ambil dari
pusat-pusat ilmu pengetahuan musli seperti perpustakan.
Dari paparan diatas
menunjukan betapa pentingnya perpustakaan dalam pengembangan suatu bangsa.
Dalam hal ini banyak ilmu pengetahuan , informasi dan dokumentasi yang di
sediakan perpustakaan memiliki peran yang sangat besar dalam pemberdayaan umat.
Banyak literatur yang mengungkapkan bahwa perpustakaan sebagai tempat aktivitas
belajar, yang kegiatannya hampir sama dengan apa yang di lakukan di
sekolah-sekolah. Fungsi dan peran perpustakaan ini banyak di adopsi oleh
perpustakaan di negara maju seperti Inggris, Australia dan Kanada. Banyak
perpustakaan di ubah menjadi learning center atau resources center. Hal ini
mengidentifikasikan bahwa perpustakaan yang di perankan pada masa kejaaan Islam
sangat penting dan representatif untuk pengembangan dan memajukan masyarakat.
Masa Perintisan Perpustakaan
Menurut Undang-Undang
Republik Indonesia Nomor 43 Tahun 2007 Perpustakaan adalah institusi pengelola
koleksi karya tulis, karya cetak, dan atau karya rekam secara profesional
dengan sistem yang baku guna memenuhi kebutuhan pendidikan, penelitian,
pelestarian, informasi, dan rekreasi para pemustaka
Pada masa Nabi
Muammad SAW dan para sahabatnya, perpustakaan dalam pengertian di atas tidak di
temukan. Tapi cikal bakal atau rintisan perpustakaan sudah ada, yaitu sebagai
berikut:
1. Wahyu Allah yang
pertama kepada Nabi Muhammad SAW ialah perintah kepada umat Islam untuk membaca
(Iqra’).
2. Rasulullah SAW
mengangkat para sahabatnya, antara lain; Zaid bin Tsabit, Ubay bin Ka’ab, dan
Khalid bin Walid sebagai penulis Al Qur’an.
3. Perintah Rasulullah
SAW kepada tawanan perang Badar untuk mengajari anak-anak Muslim membaca dan
menulis.
4. Pada masa
Rasulullah SAW muncul keinginan menulis Al Qur’an dalam bentuk mushaf pribadi
seperti Mushaf Ubay bin Ka’ab, Mushaf Ibnu Mas’ud, Mushaf Ibn Abbas dan pada
ahirnya melahirkan Mushaf Utsmani yang di salin menjadi 4 Mushaf. Tetapi
riwayat lain menebutkan lima salinan di sebarkan ke kota Madinah, Makkah,
Kuffah, Basrah dan Damaskus. Dan Mushaf-mushaf tersebut di jadikan referensi
oleh Umat Islam. Peristiwa diatas mendorong umat Islam gemar menulis dan
membaca dan menulis dan semua itu merpakan semangat di dalam perpustakaan.
Masa Pembentukan
dan Pembinaan Perpustakaan
Ada beberapa hal
yang melatar belakangi pembentukan dan pembinaan perpustakaan perpustakaan, di
samping peristiwa-peristiwa yang terjadi pada masa perintisan, antara lain
sebagai berikut.
1. Setelah Al Qur’an di kodifikasi dalam bentuk mushaf
timbul keinginan masyarakat muslim, terutama yang hidup jauh dari masa
Rasulullah SAW untuk memahami Al Qur’an dan ajaran-ajaran Islam sesuai dengan
yang di pahami dan dilaksanakan oleh Rasulullah SAW. Muncul keinginan dari
sebagian ulama untuk membukukan sabda-sabda Rasulullah SAW, sekalipun pada
awalnya mendapatkan tentangan karena berpegang kepada Hadits yang melarang
penulisan bersumber dari Rasul selain Al Qur’an. Namun pada masa Umar bin Abdul
Aziz (wafat 675 M) beliau dengan otoritasnya memerintah Muhammad bin Muslim bin
Syihab az-Zuhri al-Madani (wafat 695 M) untuk menghimpun hadits dan menulisnya
dalam sebuah buku. Dia beralasan bahwa Rasulullah melarang menulis hadits
karena di khawatirkan akan tercampur dengan Al Qur’an. Padahal pada waktu ia
memerintahkan menulis hadits tidak ada kehawatiran tercampur dengan Al Qur’an,
karena Al Qur’an sudh di kodifikasikan dalam bentuk mushaf. Kemudian
hadits-hadits tersebut ditulis dan disebarluaskan ke penjuru negeri untuk di
jadikan referensi.
2. Kepeloporan Ibn Syihab az-Zuhri di ikuti oleh
ulama-ulma lainnya. Pada masa itu hadits menjadi primadona. Banyak ahli hadits
yang rela melakukan perjalanan jauh dan melelahkan hanya demi mendapatkan
sebuah hadits dan kemudian dihimpun dalam koleksi mereka masing-masing.ahirnya
dikenal dengan koleksi Sahih Bukhari, Sahih Muslim, Sunan Abu Daud, Sunan
at-Trmudzi, dan koleksi-koleksi linnya. Setiap koleksi bisa terdiri dari tiga
jilid atau lebih bhkan sampai belasan jilid, sehingga menambah bahan rujukan
Islam.
3. Gerakan penerjemahan yang di pelopori oleh Khalifa
al-Mansur dari Daulah Abbasiyah telah membantu dalam penambahan jumlah koleksi
pustaka pd waktu itu. Dia memperkejakan orang-orang Persia yang baru masuk
Islam untuk menterjemahkan karya-karya berbahasa Persia dalam bidang astrolgi,
ketatanegaraan dan politik, moral, seperti Kalila wa Dimma dan Sindhid di
terjemahkankedalam bahasan Arab. Selain itu di terjemahkan dari bahasa Yunani
seperti Logika karya Aristoteles, lmagest karya Ptolemy, Arithmetic karya
Nicomashus, Geometri kary Euclid. Gerakan penterjemahan dilanjutkan khalifah
berikutnya, yaitu al-Al Makmun. Ia membayar mahal hasil penterjemahan.
Bahan pustaka yang
cukup banyak tadi berupa mushaf Al Qur’an maun hadits dan karya-karya
terjemahan mendorong penguasa pada waktu itu ntuk mendirikan perpustakaan.
Perpustakaan yang resmi berdiri pertama kali ntuk publik adalah Baitul Hikmah.
Perpustakaan itu bukan saja berfungsi sebagai tempat penyumpanan buku, tetapi
sebagai pusat pengembangan ilmu pengetahuan. Pada masa Harun al-Rasyid intitusi
perpustkaan bernama Khizanah al Hikmah berfungsi sebagai perpustakaan dan pusat
penelitian.
Sejak tahun 815M,
al-Makmun mengembangkan Lembga itu dengan mengubah namanya menjadi Bait
al-Hikmah. Pada masa itu Bait al-Hikmh di gunakan secara lebih maju, yaitu
sebagai tempat penyimpanan buku-buku kuno yang di dapat dari Persia, Bizantium,
Etiopia, dan India. Direktur perpustakaanya adalah seorang nasionalis persia
dan ahli Pahlevi, yaitu Sahl ibn Harun. Pada masa al-Makmun, Bait al-Hikmah
ditingkatkan lagi fungsinya menjadi pusat kegiatan studi, riset astronomi dan
matematika.
Untuk mengetahui
perpustakaan pada waktu itu kita tinjau sekilas berdasarkan jenisnya, yaitu
sebagai berikut;
Perpustakaan Umum
Perpustakaan jenis
ini biasanya didirikan di masjid–masjid agar orang–orang yang belajar di masjid
dan pengunjung dapat membaca buku–buku yang mereka perlukan. Kadang – kadang
perpustakaan didirikan di masjid dengan maksud agar lembaga pendidikan dapat
menampung pelajar–pelajar yang dating untuk mencari ilmu pengetahuan.
Perpustakaan umum
sangat banyak jumlahnya, barang kali untuk menemukan suatu masjid atau
sekolah–sekolah yang tidak memiliki perpustakaan dengan koleksinya yang siap di
tela’ah dan muraja’ah bagi pelajar dan peneliti yang sedang mengadakan
penelitian. Yang termasuk perpustakaan umum adalah sebagai berikut :
·
Baitul Hikmah
·
Al-Haidariyah di An-Najaf
·
Ibnu Sawwar di Basrah
·
Sabur
·
Darul Hikamah di Kairo
·
Perpustakaan-perpustakaan sekolah
Perpustakaan Semi
Umum
Perpustakaan semi
umum didirikan oleh para khalifah dan raja–raja untuk mendekatn diri kepada
ilmu pengetahuan. Adupan perpustakaan semi umum antara lain;
·
Perpustakaan An-Nashir Li Dinillah
·
Perpustakaan Al-Muzta’sim Billah
·
Perpustakaan Khalifah–Khalifah Fathimiyah
Perpustakaan
Pribadi
Perpustakaan
ini didirikan oleh ulama–ulama dan para sastrawan, khusus untuk kepentingan
mereka sendiri. Perpustakaan ini sangat banyak karena hampir semua ulama dan
sastrawan memiliki perpustakaan untuk menjadi sumber dan referensi bagi
pembahsan dan penelitian mereka. Perpustakaan jenis ini antara lain;
·
Perpustakaan Al-Fathu Ibnu Haqam
·
Perpustakaan hunain Ibnu Ishaq
·
Perpustakaan Ibnul Harsyab
·
Perpustakaan Al Muwaffaq Ibnul Mathran
·
Perpustakaan Al-Mubasysir Ibnu Fatik
·
Perpustakaan Jamaluddin Al Qifthi
Peranan
Perpustakaan pada Peradaban Islam
Perpustakaan pada
awal kejayaan Islam menunukkan perannya dalam mennjang pendidikan umat.
Perpustakaan yang di kelola oleh orang-orang Islam tidak hanya memperhtikan
ilmu-ilmu yang berkaitan dengan keagamaan, seperti msalah ibadah dan teologi,
tapi juga mengelola disiplin ilmu yang lain seperti kedokteran, sosial, politik
dan sebagainya. Berbagai peran perpustakaan pada masa peradaban Islam yaitu;
Pusat Belajar
(Learning Center)
Setelah masa
Khulafaur-Rasyidin, peradaban Islam berkembang dengan pesat. Perkembngan itu
antara lain adalah proses pendidikan tertama pada masa Umaiyah dan Abbasiyah.
Pada masa ini gairah dan apresiasi umat pada perpustakaan sangat tinggi. Mereka
membangun perpustakaan, baik umum, khusus maupun perpustakaan pribadi. Sehingga
tidak heran banyak masjid dan sekolah memiliki perpustakaan. Mereka menganggap
bahwa perpustakaan sama pentingnya dalam membangun ilmu pengetahuan. Bahkan
fungsi perpustakaan kadang-kadang tidak dapat di bedakan dengan fungsi lembaga
pendidikan karena sama-sma memberikan smbangan dalam pengajaran kepada umat.
Pusat Penelitian
Sesungguhnya peran
penelitian yang dilakukan oleh perpustakaan pada masa awal Islam sangat
signifikan. Hal ini dapat dilihat dari berbagai peristiwa, misalnya utusan
khalifah-khalifah atau raja-raja untuk membahas suatu bidang ilmu tertentu di
perpustakaan-perpustakaan yang terkenal memiliki koleksi yang cukup besar dan
lengkap seperti Baitul Hikmah dan Darul Hikmah. Disamping itu, para peneliti
dan cendekiawan yang mencoba mengembangkan suatu ilmu yang berkaitan dengan
keahliannya. Banyak di antara mereka yang melakukan perjalanan dari suatu
perpustakaan ke perpustakaan lain untuk merumuskan dan melakukan penemuan-penemuan
baru. Tentu saja aktivitas semacam ini tidak pernah terhenti sampai sekarang
dan begitu pula pada masa datang selama perpustakaan menjalankan fungsinya
sebagai sumber informasi.
Pusat Penerjemahan
Suatu hal yang amat
menarik adalah di mana perpustakaan pada masa itu menjadi jembatan dari
kebudayaan. Misalnya, kebudayaan dan ilmu pengetahuan Yunani Kuno diterjemahkan
ke dalam bahasa Arab untuk dipelajari oleh masyarakat. Dalam konteks ini
perpustakaan menjadi sponsor atas semua kegiatan tersebut. Aktivitas semacam
ini telah mendapatkan respon positif sehingga para penerjemah memperoleh status
yang baik dalam masyarakat. Situasi ini mulai pada saat didirikannya
perpustakaan yang pertama dalam dunia Islam. Menurut Kurd Ali, orang yang
pertama kali menekuni bidang ini ialah Chalid Ibnu Jazid (meninggal tahun 656
M). Di lain sumber dikatakan bahwa Ibnu Jazid telah mencurahkan perhatiannya
terhadap buku lama, terutama dalam ilmu kimia, kedokteran dan ilmu bintang.
Pusat Penyalinan
Salah satu hal yang
dapat dibanggakan oleh kaum Muslimin yaitu sejak dari abad pertengahan telah
dirasakan pentingnya bagian percetakan dan penerbitan dalam suatu perpustakaan.
Oleh karena itu alat-alat percetakan sebagaimana yang kita lihat di abad modern
ini belum ada di masa itu, maka untuk mengatasi hal ini mereka adakan seleksi
penyalinan pada tiap-tiap perpustakaan. Penyalinan buku itu diselenggarakan
oleh penyalin-penyalin yang terkenal kerapihan kerja dan tulisannya.
Masa Kemunduran dan
Kehancuran Perpustakaan
Kemunduran dan
kehancuran perpustakaan di era peradaban Islam mengikuti kejatuhan
wilayah-wilayah muslim setelah pertarungan fisik melawan musuh-musuhnya.
Misalnya perpustakaan di Tripoli di hancurkan oleh tentara perang Salib atas
komando seorang rahib yang tak senang saat melihat banyak Al Qur’an di
perpustakaan tersebut. Di samping itu perpustakaan terkenal lainya, seperti
milik Sultan Nuh Ibn Mansur yang dibakar setelah filosuf besarnya menyelesaikan
penelitiannya di tempat itu. Kenyataan itu menimbulkan tuduhan bahwa
cendikiawan sendiri yang membakar perpustakaan setelah menguasai isi keilmuan
yang terkandung dalam perpustakaan tersebut. Peristiwa lainya terjadi pada
tahun 1258M ketika sekelompok bangsa Mongol dan Tartar menjarah kota Baghdad
dan membakar perpustakaanya.
Demikianlah umat
Islam berkembang dengan pesat pada awalnya seiring dengan perkembangan
perpustakaan dan mundurnya umat Islam bersamaan dengan mundurnya perpustakaan.
Dengan demikian cara untuk memajukan peradaban umat Islam adalah salah satunya dengan
memajukan perpustakaan yaitu dengan membina perpustakaan dan meningkatkan
kesadaran umat Islam akan pentingnya ilmu pengetahuan yang terkandung di
dalamnya.
No comments:
Post a Comment