Pembelajaran
model role playing (bermain peran) dan
Langkah-langkah Praktiknya
Model pembelajaran pada dasarnya merupakan bentuk pembelajaran yang tergambar
dari awal sampai akhir yang disajikan secara khas oleh guru.
Dengan kata lain, model pembelajaran merupakan bungkus atau bingkai dari
penerapan suatu pendekatan, metode, dan teknik pembelajaran. Pengembangan model
belajar dimaksudkan agar guru memahami benar bagaimana murid belajar yang
efektif, dan model pembelajaran yang bisa dipilih dan digunakan harus sesuai
dengan situasi dan kondisi murid, materi, fasilitas, dan guru itu sendiri.
Salah satu model pembelajaran yang tepat untuk meningkatkan keterampilan
berbicara pada pembelajaran bidang studi bahasa Indonesia adalah model role
playing.
Menurut Hamalik (2004: 214) bahwa model role playing (bermain peran) adalah “model pembelajaran dengan cara memberikan peran-peran tertentu kepada peserta didik dan mendramatisasikan peran tersebut kedalam sebuah pentas”. Bermain peran (role playing) adalah salah satu model pembelajaran interaksi sosial yang menyediakan kesempatan kepada murid untuk melakukan kegiatan-kegiatan belajar secara aktif dengan personalisasi. Oleh karena itu, lebih lanjut Hamalik (2004: 214) mengemukakan bahwa “bentuk pengajaran role playing memberikan pada murid seperangkat/serangkaian situasi-situasi belajar dalam bentuk keterlibatan pengalaman sesungguhnya yang dirancang oleh guru”. Selain itu, role playing sering kali dimaksudkan sebagai suatu bentuk aktivitas dimana pembelajar membayangkan dirinya seolah-olah berada di luar kelas dan memainkan peran orang lain saat menggunakan bahasa tutur (Syamsu, 2000).
Adapun Uno (2008: 25) menyatakan bahwa:
Model pembelajaran bermain peran (role playing) adalah model
yang pertama, dibuat berdasarkan asumsi bahwa sangatlah mungkin menciptakan
analogi otentik ke dalam suatu situasi permasalahan kehidupan nyata, kedua
bahwa bermain peran dapat mendorong murid mengekspresikan perasaannya dan
bahkan melepaskan, ketiga bahwa proses psikologis melibatkan sikap, nilai dan
keyakinan kita serta mengarahkan pada kesadaran melalui keterlibatan spontan
yang disertai analisis.
Berdasarkan beberapa pengertian di atas maka dapat disintesiskan bahwa model role playing adalah model bermain peran dengan cara memberikan peran-peran tertentu atau serangkaian situasi-situasi belajar kepada murid dalam bentuk keterlibatan pengalaman sesungguhnya yang dirancang oleh guru dan didramati-sasikan peran tersebut kedalam sebuah pentas.
1) Guru menyiapkan skenario pembelajaran
2) Menunjuk beberapa murid untuk mempelajari skenario tersebut
3) Pembentukan kelompok murid
4) Penyampaian kompetensi
5) Menunjuk murid untuk melakonkan skenario yang telah dipelajarinya
6) Kelompok murid membahas peran yang dilakukan oleh pelakon.
7) Presentasi hasil kelompok
8) Bimbingan penyimpulan dan refleksi.
Selanjutnya menurut Uno (2008: 26) bahwa:
Prosedur bermain peran terdiri atas sembilan langkah, yaitu:
(1) persiapan/pemanasan, (2) memilih partisipan, (3) menyiapkan pengamat
(observer), (4) menata panggung atau tempat bermain peran, (5) memainkan peran,
(6) diskusi dan evaluasi, (7) memainkan peran ulang, (8) diskusi dan evaluasi
kedua, dan (9) berbagi pengalaman dan kesimpulan.
1) Persiapan atau pemanasan
Guru berupaya memperkenalkan murid pada permasalahan yang mereka sadari sebagai suatu hal yang bagi semua orang perlu mempelajari dan menguasainya. Hal ini bisa muncul dari imajinasi murid atau sengaja disiapkan oleh guru. Sebagai contoh, guru menyediakan suatu cerita untuk dibaca di depan kelas. Pembacaan cerita berhenti jika dilema atau masalah dalam cerita menjadi jelas. Kemudian dilanjutkan dengan pengajuan pertanyaan oleh guru yang membuat murid berpikir tentang hal tersebut.
2) Memilih pemain (partisipan)
Murid dan guru membahas karakter dari setiap pemain dan menentukan siapa yang akan memainkannya. Dalam pemilihan pemain, guru dapat memilih murid yang sesuai untuk memainkannya (jika murid pasif atau diduga memiliki keterampilan berbicara yang rendah) atau murid sendiri yang mengusulkannya.
Murid dan guru membahas karakter dari setiap pemain dan menentukan siapa yang akan memainkannya. Dalam pemilihan pemain, guru dapat memilih murid yang sesuai untuk memainkannya (jika murid pasif atau diduga memiliki keterampilan berbicara yang rendah) atau murid sendiri yang mengusulkannya.
3) Menata panggung (ruang kelas)
Guru mendiskusikan dengan murid di mana dan bagaimana peran itu akan dimainkan serta apa saja kebutuhan yang diperlukan.
Guru mendiskusikan dengan murid di mana dan bagaimana peran itu akan dimainkan serta apa saja kebutuhan yang diperlukan.
4) Menyiapkan pengamat (observer)
Guru menunjuk murid sebagai pengamat, namun demikian penting untuk dicatat bahwa pengamat di sini harus juga terlibat aktif dalam permainan peran.
Guru menunjuk murid sebagai pengamat, namun demikian penting untuk dicatat bahwa pengamat di sini harus juga terlibat aktif dalam permainan peran.
5) Memainkan peran
Permainan peran dilaksanakan secara spontan. Pada awalnya akan banyak murid yang masih bingung memainkan perannya atau bahkan tidak sesuai dengan peran yang seharusnya ia lakukan. Bahkan mungkin ada yang memainkan peran yang bukan perannya. Jika permainan peran sudah terlalu jauh keluar jalur, guru dapat menghentikannya untuk segera masuk ke langkah berikutnya.
Permainan peran dilaksanakan secara spontan. Pada awalnya akan banyak murid yang masih bingung memainkan perannya atau bahkan tidak sesuai dengan peran yang seharusnya ia lakukan. Bahkan mungkin ada yang memainkan peran yang bukan perannya. Jika permainan peran sudah terlalu jauh keluar jalur, guru dapat menghentikannya untuk segera masuk ke langkah berikutnya.
6) Diskusi dan evaluasi
Guru bersama dengan murid mendiskusikan permainan tadi dan melakukan evaluasi terhadap peran-peran yang dilakukan. Usulan perbaikan akan muncul, mungkin ada murid yang meminta untuk berganti peran atau bahkan alur ceritanya akan sedikit berubah.
Guru bersama dengan murid mendiskusikan permainan tadi dan melakukan evaluasi terhadap peran-peran yang dilakukan. Usulan perbaikan akan muncul, mungkin ada murid yang meminta untuk berganti peran atau bahkan alur ceritanya akan sedikit berubah.
7) Bermain peran ulang
Permainan peran ulang seharusnya berjalan lebih baik, murid dapat memainkan perannya lebih sesuai dengan skenario.
Permainan peran ulang seharusnya berjalan lebih baik, murid dapat memainkan perannya lebih sesuai dengan skenario.
8) Diskusi dan evaluasi kedua
Pembahasan diskusi dan evaluasi kedua diarahkan pada realitas. Mengapa demikian? Pada saat permainan peran dilakukan banyak peran yang melampaui batas kenyataan, sebagai contoh seorang murid memainkan peran sebagai pembeli, ia membeli barang dengan harga yang tidak realistis. Hal ini dapat menjadi bahan diskusi.
Pembahasan diskusi dan evaluasi kedua diarahkan pada realitas. Mengapa demikian? Pada saat permainan peran dilakukan banyak peran yang melampaui batas kenyataan, sebagai contoh seorang murid memainkan peran sebagai pembeli, ia membeli barang dengan harga yang tidak realistis. Hal ini dapat menjadi bahan diskusi.
9) Berbagi pengalaman dan
diskusi
Murid diajak untuk berbagi pengalaman tentang tema permainan peran yang telah dilakukan dan dilanjutkan dengan membuat kesimpulan. Misalnya murid akan berbagi pengalaman tentang bagaimana ia dimarahi habis-habisan oleh ayahnya. Kemudian guru membahas bagaimana sebaiknya murid menghadapi situasi tersebut. Seandainya jadi Ayah dari murid tersebut, sikap seperti apa yang sebaiknya dilakukan. Dengan cara ini, murid akan belajar tentang kehidupan.
Murid diajak untuk berbagi pengalaman tentang tema permainan peran yang telah dilakukan dan dilanjutkan dengan membuat kesimpulan. Misalnya murid akan berbagi pengalaman tentang bagaimana ia dimarahi habis-habisan oleh ayahnya. Kemudian guru membahas bagaimana sebaiknya murid menghadapi situasi tersebut. Seandainya jadi Ayah dari murid tersebut, sikap seperti apa yang sebaiknya dilakukan. Dengan cara ini, murid akan belajar tentang kehidupan.
- Role playing dapat memberikan semacam hidden practise, dimana murid tanpa sadar menggunakan ungkapan-ungkapan atau istilah-istilah baku dan normatif terhadap materi yang telah dan sedang mereka pelajari
- Role playing melibatkan jumlah murid yang cukup banyak, cocok untuk kelas besar.
- Role playing dapat memberikan kepada murid kesenangan karena role playing pada dasarnya adalah permainan. Dengan bermain murid akan merasa senang karena bermain adalah dunia murid. Masuklah ke dunia murid, sambil kita antarkan(Bobby DePorter, 2000).
- See more at:
http://pendidikanuntukindonesiaku.blogspot.com
No comments:
Post a Comment