Saturday, June 20, 2015

JOURNAL PENDIDIKAN PERBANDINGAN



PENDIDIKAN PERBANDINGAN


BAB 1 
PENDAHULUAN

         Dalam perjalanan sejarahnya sejak tahun tiga puluhan sampai dewasa ini, pendidikan perbandingan menunjukkan gejala yang sifatnya khas, yang perlu dicatat sebagai pendahuluan naskah ini. Perjalanan yang telah berlangsung beberapa puluh tahun menunjukkan perkembangannya sebagai ilmu yang semakin mantap baik dalam artian isi maupun metode.

         Salah satu contoh tentang pemikiran yang mengandung dilema itu di antaranya nampak bila ditelusuri pandangan beberapa tokoh pendidikan perbandingan seperti Isaac Leon Kandel dan Nicholas Hans. Kandel menyatakan bahwa studi perbandingan itu baru dapat mengungkapkan makna pendidikan yang sesungguhnya bila kekuatan dan faktor yang tidak tampak (intangible) namun besar peranannya bagi pengembangan sistem pendidikan dipelajari dengan  seksama pula. Pandangan Kandel menumbuhkan pertanyaan, terutama tentang mana yang lebih penting untuk dipelajari : pendidikan atau malahan kekuatan dan faktor yang lain yang mungkin meliputi sejarah atau kehidupan sosial budaya. Kalau tekanan dalam studi diletakkan pada kekuatan dan latar belakang, maka dapat dipertanyakan apa guna mempelajari sistem pendidikan beberapa negara itu. sebaliknya, bila tekanannya diletakkan pada sistem pendidikannya, dapat dirasakan studi itu kurang ilmiah.
         Lain dari itu, tokoh lain, yaitu Nicholas Hans memandang bahwa pendidikan perbandingan seyogyanya memusatkan perhatiannya pada sekolah dan hubungan antara  sekolah dan masyarakat. Hans memandang aspek-aspek ini sangat penting artinya karena sistem persekolahan mempunyai sumbangan terhadap perkembangan  (kontinuitas) kebudayaan. Dalam hal ini Hans berpendapat bahwa studi komparatif bersifat praktis dan operasional.         Dengan memperhatikan dua contoh itu selain dapat diamati adanya aspek-aspek dilematis juga adanya beberapa jenis metodologi yang dapat diterapkan dalam pendidikan perbandingan.            PAMONG dan IMPACT (Instructional Management by Parents, Community dan Teachers) diselenggarakan sebagai rintisan dengan mengadakan sekolah-sekolah ini dilakukan oleh sebuah lembaga yang dikenal sebagai INNOTECH (Innovation and Technologi in Edication), yang berkedudukan di Quezon City, Filipina.
         Metode-metode seperti survey dan deskriptif digunakan untuk menyiapkan proyek ini para tahun tujuh puluhan, dan pada masa pelaksanaannya (implementasinya) digunakan metode eksperimen. Meskipun dewasa ini telah mencapai tahap desiminasi, proyek ini masih ada, dan oleh INNOTECH terus diperbandingkan hasilnya.
         Penggambaran singkat tentang isi dan metode pendidikan perbandingan di  muka, diharapkan sekedar menjadi pengingat-ingat bagi pembaca tentang sosok kasar pendidikan perbandingan. Ada pun inti utama tulisan ini adalah tentang masalah-masalah pendidikan.
         Pendidikan selalu berwajah dua, namun selalu diharapkan menyatu. Pendidikan selalu berwajahkan ide, cita-cita, dan kenyataan, atau lebih singkatnya teori dan praktek. Masalah dalam bidang pendidikan timbul bila terjadi kekurang-harmonisan atau kesenjangan anatar dua kutub itu.
         Kompleksitas pendidikan diisyaratkan oleh aspek-aspek yang penting kedudukannya dalam kehidupan manusia, misalnya masyarakat yang selalu berubah, ekonomi yang terus ditingkatkan, dan berbagai tuntutan yang mengenai politik. Jangkauan pendidikan terhadap aspek-aspek itu menagarah pada tercapainya kesejahteraan lahir dan batin bagi masyarakat dan warganya.
         Sejumlah ide, teori dan cita-cita yang diperkirakan dapat digunakan sebagai landasan pendidikan untuk mencapai tujuan itu telah dikembangkan, dan di samping itu telah diikuti pula oleh pengembangan berbagai strategi, sarana, dan metode yang relevan. Pengamatan yang telah dilakukan para ahli, termasuk di antaranya ahli pendidikan perbandingan, menunjukkan adanya sejumlah masalah yang perlu dipecahkan atau diselesaikan. Masalah-masalah itu ada karena terjadi kesenjangan sebagaimana disinggung di muka.
         Ditinjau dari segi pendidikan internasional dan perbandingan, masalah-masalah itu ada baik di negara-negara yang telah maju maupun berkembang. Namun, untuk negara maju kesemuanya itu dapat dipandang telah menjadi rutin, malahan para ahli telah mengadakan antisipasi sebelumnya. Misalnya, ketika di Amerika  Serikat diadakan proyek Headstart, suatu proyek tentang peningkatan kemampuan berbahasa dan baca tulis bagi anak-anak normal yang tergolong terbelakang karena berasal dari kelompok masyarakat rendah, telah diantisipasikan : keberhasilannya tidak akan mencapai seratus persen. Perkiraan ini timbul karena sifat pengadaan proyek itu yang dilaksanakan atas dasar-dasar ilmiah. Artinya dapat diperkirakan bahwa karya ilmiah memang upaya menemukan kenyataan dan kebenaran, yang di dalamnya ditolerir adanya kekurang sempurnaan. Penilaian terhadap hasil proyek ini menunjukkan adanya anak-anak yang tidak menanpakkan peningkatan baca tulis secara nyata, meskipun telah dan berpartisipasi sebagai subyek dari proyek. Alasannya adalah adanya sifat heterogenitas dari target populasi.
         Sementara ahli, diantaranya I.N. Thut dan Don Adam, menyatakan dalam bukunya  yang diberi judul Educational Patterns in Contemporary Societies, bahwa kebiasaan menafsirkan masalah-masalah pendidikan seperti di negara-negara maju ada kalanya kurang tepat untuk diterapkan di negara-negara berkembang. Sesuatu usaha pendidikan di negara-negara maju dapat kurang cepat atau kurang masal bila diterapkan di negara berkembang. Misalnya, pendidikan universal yaitu wajib belajar, yang di Inggris dicapai dalam jangka waktu lebih dari lima puluh tahun dan demikian pula di Jepang, akan terlalu lambat untuk pencapaian target yang sama bila diterapkan di negara-negara berkembang seperti Indonesia.
         Tulisan ini menampilkan beberapa aspek pendidikan beserta masalah serta penyelesaiannya. Penampilan yang diupayakan penulis adalah bermula dari perkiraaan bahwa kesemuanya itu bersifat internasional yang dapat ditampilkan secara komparatif. Agar penampilan itu mempunyai sifat komparabilitas yang memadai tulisan ini berfokuskan negara berkembang.
         Oleh karena ciri utama negara-negara berkembang dewasa ini adalah melaksanakan pembangunan, maka tulisan ini selalu berusaha untuk menghubungkan pendidikan dengan perkembangan masyarakat dan pembangunan. Tinjauan itu terutama sekali berlandaskan pada beberapa teori yang lazim digunakan oleh para ahli untuk meninjau masalah-masalah sosial.
         Setelah diadakan tinjauan tentang apa dan mengapanya hubungan dan peranan pendidikan terhadap perkembangan masyarakat, mengadakan konstatasi permasalahannya, tulisan ini ditutup dengan kesimpulan dan saran-saran. Saran-saran ini penulis tujukan kepada peminat pendidikan perbandingan.
         Tulisan ini disiapkan dengan menggunakan sumber yang telah ada dalam bidangnya. Oleh karena itu, pada hakekatnya tidak bersifat primer. Namun, penulis berharap semoga dapat menjadi bekal bagi para pembaca untuk lebih  merenungkan tentang pendidikan dalam artian perbandingan.
         Untuk memenuhi harapan-harapan di atas tulisan ini disusun sebagai berikut:
         Secara garis besar pembahasan terdiri dari dua bahagian yaitu pendidikan perbandingan secara umum dan perbandingan pendidikan islam. Pendidikan perbandingan secara umum dimulai dari bab pertama adalah bab pendahuluan yang membahas pengertian pendidikan perbandingan dan tujuan untuk mempelajarinya. Pada bab kedua membahas perbandingan pendidikan formal dan non formal. Selanjutnya pada bab ketiga penulis membahas konsep-konsep pengembangan pendidikan dan hubungannya dengan aspek kehidupan masyarakat.
         Bab keempat pembahasan difokuskan pada pendidikan formal tingkat dasar dan menengah dihubungkan dengan dana dan dibandingkan dengan aspek sosial, ekonomi dan politik. Terakhir dari bahagian pertama ini yaitu bab kelima penulis membahas peran pendidikan di dalam kehidupan masyarakat, pendidikan di negara berkembang serta perbandingan ekonomi dengan pendidikan.
            Pada bab ketujuh penulis membahas lembaga-lembaga pendidikan Islam yang pertama muncul, selanjutnya bab kedelapan penulis membahas perbandingan tujuan pendidikan Islam, bab kesembilaan pembahasan difokuskan pada sistem pendidikan Islam, dan bab kesepuluh kurikulum pendidikan Islam, sedangkan bab kesebelas merupakan bab penutup yang berisi kesimpulan.



BAB II
PENDIDIKAN PERBANDINGAN
         Suatu titik pandang tentang pendidikan yang relevan dengan maksud studi perbandingan ialah bila pendidikan itu selalu dilihat dalam kaitan dengan masyarakat dan negara. Berarti, pendidikan tidak hanya dipandang sebagai upaya atau bantuan untuk  mengembangkan potensi-potensi yang dimiliki subyek didik agar menjadi nyata, namun perlu pula ditinjau tentang kaitan antara individu dengan masyarakat dan negara.
            Meskipun pendidikan itu berlangsung pula secara informal seperti halnya dalam keluarga, namun peranan negara dan masyarakat pada umumnya cukup besar. Kebutuhan-kebutuhan yang selalu meningkat menyebabkan terjadinya semacam mobilitas dalam hal mencapai tujuan-tujuan pendidikan. Adapun yang dimaksud dengan mobilitas adalah keikutsertaan banyak fihak untuk menjadikan pendidikan itu wahana yang menentukan dalam pencapaian kesejahteraan warga-warga negara yang bersangkutan.
         Wahana-wahana tertentu akan diulas berikut ini, dan ini meliputi : pendidikan formal dan pendidikan non-formal. Oleh karena bagian-bagian ini akan meninjau dua jenis pendidikan itu mengenai sahamnya terhadap perkembangan masyarakat, maka uraian tentang dua jenis pendidikan itu merupakan bekal bagi dasar telaah bagian-bagian berikut.

A.     Tujuan Pendidkan
         Telah disinggung pada bab pendahuluan bahwa pendidikan itu merupakan karya manusia yang cukup kompleks. Pendidikan berdimensi banyak, yang dimulai dari individu atau subyek didik, masyarakat termasuk keluarga, dan negara. Kesemuanya itu berkepentingan dan mempunyai saham penentuan dan pengembangan dari dimensi-dimensi tertentu tentang pendidikan.
         Sesuai dengan ulasan selintas tentang dimensi pendidikan di muka dan perhatian terhadap studi komparasi yang pada asasnya bersifat lintas bangsa dan negara, maka diperlukan rumusan tentang tujuan pendidikan yang komprehensif. Dalam hubungan ini tokoh pendidikan bangsa Amerika, yang bernama Mortimer F. Adler, merumuskan tujuan pendidikan sebagai berikut : 1)
         1.   Memberikan kesempatan untuk perkembangan pribadi dan peningkatan diri. Kesemuanya ini meliputi segi mental, moral dan spiritual.
         2.   Memberikan peningkatan peranan individu sebagai warga negara.
         3.   Menuntun agar mampu memiliki penghidupan dan kehidupan yang memadai karena memiliki jabatan atau pekerjaan tertentu.
         Tinjauan dari sudut pandang rumusan tujuan pendidikan di Indonesia sebagaimana tercantum dari Garis-Garis Besar Haluan Negara (GBHN) tahun 1983, menghasilkan analogi sebagai berikut : 2 )
         1.   Rumusan angka 1 sesuai dengan rumusan GBHN yang meliputi aspek-aspek : Pendidikan nasional berdasarkan Pancasila, bertujuan untuk meningkatkan ketaqwaan terhadap Tuhan Yang Mahaesa, dan mempertinggi budi pekerti.
         2.   Rumusan angka 2 sesuai dengan rumusan dalam GBHN yang meliputi : memperkuat kepribadian dan mempertebal semangat kebangsaan dan cinta tanah air agar dapat menumbuhkan manusia-manusia pembangunan ... dan seterusnya, sedangkan
         3. Rumusan angka 3 sesuai dengan rumusan tujuan dalam GBHN yang meliputi : meningkatkan kecerdasan dan keterampilan.

B.     Pendidikan Formal dan non Formal
         Secara konvensional konsepsi tentang pendidikan mengenali jalur-jalur pendidikan formal, non-formal, dan informal. Oleh karena pendidikan formal dan non-formal itu terlembaga secara nyata dalam masyarakat, ada cukup banyak kritik mengenai efektivitas fungsi lembaga pendidikan formal dan non-formal itu. Kritik terhadap pendidikan formal lebih tajam dibandingkan dengan pendidikan non-formal.
         Dalam bukunya yang terkenal dan berjudul Deschooling Society, Ivan Illich mengemukakan kekurang-efektivan sistem persekolahan. Kritik meliputi antara lain : sifat keterasingan anak yang diderita karena selalu berada dalam sistem persekolahan, bahwa sekolah lebih mengutamakan kompetisi untuk mengejar nilai dari pada pendidikan kepribadian, bahwa sekolah ” mengerdilkan” kepribadian anak karena ” mengurungnya” selama beberapa tahun.3)
         Dengan kurikulum yang tersusun dengan jelas dan penyelenggaraan pendidikan dan pengajaran yang teratur menjadi tempat mendidik dan mengajar yang efesien. Harapan sementara pihak bahwa sekolah menjadi lembaga yang memadai peranannya untuk memberikan bekal pengetahuan dan pembentukan kepribadian bagi siswa-siswanya untuk terjun ke masyarakat, bukanlah suatu yang tanpa dasar.
         Persekolahan juga menjadi sistem pendidikan yang jelas kedudukannya dalam masyarakat. Konsepsi bahwa pendidikan yang memadai bila berjenjang berurutan, malahan ada yang berkonsepsikan satu jalur (”single track”), atau beberapa jalur, dianut oleh banyak negara.
         Tentang pendidikan non-formal, yang selama ini berperan sebagai sistem pendidikan alternatif disamping pendidikan formal, yang juga merupakan wahana untuk peningkatan kesejahteraan masyarakat, dianut dan ada dibanyak negara. Kritik terhadap jalur pendidikan ini tentulah ada dijumpai pula.
         Pendidikan informal dalam tulisan ini, tidak dibahas secara khusus. Ini berdasarkan atas pertimbangan bahwa pendidikan in-formal sangat banyak variasinya. Dengan mengambil misal seperti terdapat dalam keluarga, corak pendidikan keluarga dalam suatu negara saja dapat diperkirakan sulit dijangkau variasinya.
         Penggunaan istilah-istilah pendidikan formal, non-formal, dan informal dalam tulisan ini didasarkan atas pertimbangan bahwa istilah-istilah tersebut sudah baku. Dewasa ini negara-negara di dunia memiliki pendidikan berjenjang yang disebut pendidikan formal dengan sistem persekolahannya. Malahan jenjangnya pun konsisten, yaitu : rendah, menengah dan tinggi. Jadi, dari sudut ini perihal pendidikan formal ini dapat dipandang adanya kesamaan pada lintas negara.
         Penerimaan siswa pada sekolah menengah di Malaysia terbuka dalam arti bagi siapa pun yang mempunyai tanda tamat belajar sekolah dasar, demikian pula, untuk Filipina. Di Thailand demikian pula, namun ada flaksibilitas, siswa bergerak dari jalur akademik ke vokasional atau sebaliknya, dengan berdasarkan atas prestasi siswa selama belajar di sekolah menengah tersebut.
         Di Singapura dan Indonesia penerimaan siswa sekolah menengah didasarkan atas hasil yang dicapai siswa sebagaimana tertera pada tanda tamat belajar sekolah dasar.
            Oleh karena telaah komparatif yang bersifat analitis interpretatif itu lebih mengantarkan makna pendidikan daripada yang junkta posisi, maka dijadikan landasan tulisan ini. Tiga jalur pendidikan di perhatikan, namun seberapa dapat dicari maknanya dalam kaitan dengan aspek-aspek lain dalam kehidupan di masyarakat.

C.     Pendidikan Perbandingan
         Pendidikan perbandingan sebagaimana dirumuskan pengertiannya oleh Kandel dan Hans menunjukkan tentang perlunya memperhatikan dua wajah pendidikan, yaitu teori dan praktek. Spektrum ini selalu menjadi dimensi penting dalam perjalanan pendidikan perbandingan, dan pada tulisan ini seberapa dapat selalu mendapatkan perhatian.
         Sebuah ikhtisar tentang kecenderungan perkembangan pendidikan perbandingan yang ditulis oleh Gail F. Kelly dan kawan-kawan dan dimuat dalam buku Comparative Education, menunjukkan ciri-ciri pendidikan perbandingan yang lebih kurang sebagai berikut ini. Uraian singkat ini diringkaskan dari buku dengan judul tersebut pada halaman 505-533: 4)

1.      Tentang isi (”cintent”):
         a.   Perbandingan sistem-sistem pendidikan nasional dengan maksud memberi sumbangan timbulnya saling pengertian internasional, perbaikan atau pembaharuan pendidikan (sampai dengan tahun 1960). Menurut perkiraan pendidikan perbandingan mulai berkembang secara sistematis menjadi disiplin ilmu sejak permulaan tahun 1930-an.
         b.   Analisis tentang hubungan sekolah dan masyarakat (sampai dengan tahun 1960). Dalam hubungan ini, Nicholas Hans misalnya, meneliti tentang peran yang dapat dilakukan oleh sekolah dalam pengembangan kebudayaan masyarakat yang bersangkutan. Kalau dalam konkritnya dua rangkuman contoh isi (a dan b) di atas selalu bersifat komparatif, artinya membandingkan pendidikan negara yang satu dengan negara yang lain, C. Arnold Anderson mengetengahkan studi yang mendalam. Menurut tokoh ini, studi mendalam mengenai suatu fenomena pendidikan suatu negara dapat digunakan sebagai materi studi komparatif. Dengan menggunakan parameter tertententu suatu studi untuk negara tertentu dapatlah diuji adanya pada negara yang lain.
         c.   Studi tentang modernisasi. Sebagian materi studi sejak masa akhir tahun enam puluhan berkisar pada masalah modernisasi. Dengan menggunakan kerangka pikir teori modernisasi para ahli berusaha memperoleh pengertian tentang apakah suatu negara telah mencapai atau sedang bergerak ke arah modernisasi. Dalam hubungan ini peranan pendidikan juga ditelaah dalam kaitan dengan perkembangan masyarakat dan perekonomian negara-negara yang bersangkutan.

2.      Tentang metode :
         Uraian pada awal bab ini menyebutkan bahwa peminat pendidikan perbandingan itu bermacam-macam, yaitu dari ahli dalam bidangnya, pendidik, sampai pejabat-pejabat dalam perencanaan dan kerja sama regional dan internasional dalam bidang pendidikan. atas dasar pernyataan ini, maka pendidikan perbandingan bervariasi  bidang isi telah memperoleh tempat pada bagian yang terdahulu, maka, pada bagian ini akan diuraikan secara singkat ciri-ciri tentang metode.
         Variasi tentang metode ini telah disinggung secara singkat pada bab pendahuluan ketika dibicarakan tentang pandangan-pandangan Kandel dan Hans mengenai pengembangan  pendidikan perbandingan. pada bagian ini disebutkan bahwa dengan mengikuti pandangan Kandel tentang pendidikan perbandingan, maka, metode-metode yang perlu dikembangkan adalah historis, komparatif, dan filosofis. Bila diikuti pandangan Hans, metode yang terutama sekali diperlukan adalah deskriptif dan eksperimental.
         Ada tokoh-tokoh yang memikirkan dan mengusahakan adanya metode tertentu yang dapat menjadi ciri khas pendidikan perbandingan. Tokoh-tokoh itu, diantaranya, Andreas Khasamias, Harold Noah dan Max Eckstein. Dua tokoh terakhir ioni secara khusus mengungkapkan pandangannya dalam buku yang berjudul Toward a Saince in Comparative Education, dengan mengatakan bahwa studi komparatif tidaklah seyogyanya bersifat impresionistik, melainkan perlu berpegangan secara ketat paradigma ilmu dari ilmu-ilmu sosial. data empirik perlu diutamakan, dan ditinggalkan pengungkapan data yang berdasarkan kesan-kesan. Perkembangan pendidikan perbandingan memang ada kecendrungan mempunyai ciri semacam ini.
         Fokus utam pendidikan perbandingan, menurut tokoh-tokoh ini adalah hubungan antara sekolah dan masyarakat, yang untuk ini perlu dikembangkan pengetahuan baik secara teoritik maupun praktis, serta metode yang diperlukan. Dengan konstruksi pikir ini dapat dikembangkan hukum-hukum dan bila ini telah diketemukan, maka peranan pendidikan terhadap perkembangan masyarakat dan kebudayaan, misalnya, menjadi jelas pula.
         Konsepsi yang dirumuskan oleh Noah dan Eckstein ini barasal dari gurunya, yaitu George Bereday, yang telah menuliskan konsepsinya dalam Comparative Method in Education. Hal yang berbeda dengan pandangan Bereday adalah metodenya. Kalau Bereday berpendapat bahwa studi perbandingan itu dapat menggunakan metode kuantitatif atau kualitatif, Noah dan Eckstein meyogyakan penggunaan metode kuantitatif sebagai metode utama. Dengan kuantitatif kaidah-kaidah ilmiah seperti obyektivitas dan replikatif dapat terpenuhi.
         Pandangan yang senada dikemukakan oleh Brian Holmes, yang dituliskan dalam bukunya yang diberi judul Problems in Education : A Camparative Approach. Ia mengemukakan bahwa agar sifat ilmiah pendidikan perbandingan sungguh-sungguh dapat dicapai, dalam metodenya perlu dipenuhi syarat-syarat seperti : obyektivitas, pengembangan kategori-kategori perbandingan yang konsisten dan mantap, metode yang cermat dalam pengumpulan data, analisa yang runtun, dan sebagainya.
         Menurut Holmes, hasil studi pendidikan perbandingan memberikan data-data yang dapat digunakan sebagai pemecahan masalah pendidikan tertentu. Ini dapat meliputi ruang lingkup baik yang sempit maupun yang luas. Yang sempit seperti halnya tentang kegiatan-kegiatan kelas dan sekolah, sedangkan yang luas dapat meliputi hubungan sekolah dan masyarakat ataupun transfer teori dan praktek pendidikan dari suatu negara ke negara yang lain.

3.      Tentang pendekatan

         Pendekatan yang digunakan oleh para ahli dalam studi komparatif dapat digolongkan menjadi dua, yaitu makro dan mikro. Analisis makro juga disebut analisis tentang sistem pendidikan dunia.
         Pendahuluan dan analisis mikro dapat mengambil ruang lingkup secara regional atau lokal. Dapat secara khusus menganai berbagai pelaksanaan pendidikan atau hubungan antara sekolah dan masyarakat baik yang berlangsung dalam suatu negara maupun lintas negara.
         Analisis mikro ini merupakan studi yang tidak jarang bersifat mendalam. Sementara ahli melihat bahwa hasil pandidikan suatu jenis sekolah tidak dapat semata-mata dipelajari hanya dari analisis tentang kebijaksanaan pendidikan seperti penentuan kurikulum, pendidikan guru dan ujian-ujian. Berbagai latarbelakang perlu ditelaah, misalnya sistem nilai masyarakat yang bersangkutan dan adanya kelompok-kelompok serta stratifikasi sosial.
         Latarbelakang sosial ini ikut mengambil bagian dalam pencapaian kemampuan dan taraf berpikir siswa-siswa di sekolah. Demikian pula keadaan ekonomi. Sering kali siswa-siswa tertentu tidak dapat maju di sekolah karena mereka berada pada lapisan bawah masyarakat.
         Untuk menyelenggarakan studi semacam ini pendekatan mikro menggunakan landasan ilmu-ilmu seperti antropologi dan sosiologi dengan pengamatan yang khas seperti fenomenologi dan interpretasi.
         Uraian singkat di atas pada hakekatnya menunjukkan sifat lintas disiplin (interdiscipliner) dari pendidikan perbandingan.

Pendekatan dan Isi Tulisan Ini

         Bagian-bagian berikut tulisan ini mengetengahkan beberapa jenis masalah pendidikan. Tinjauan yang penulis kemukakan bukanlah suatu komparasi yang bersifat junktaposisi, melainkan mengetes fungsi pendidikan formal terhadap beberapa aspek kehidupan dengan memperhatikan lintas negara. 5)
         Terlebih dahulu penulis akan mengadakan identifikasi masalah-masalah dari sudut pandang internasional. Langkah selanjutnya mengadakan justifikasi untuk memperoleh penguatan bahwa masalah-masalah itu wajar untuk dipelajari. Selanjutnya dipresentasikan sejumlah data untuk memperoleh gambaran tentang penyelesaiannya. Metode yang digunakan adalah deskriptif.

Ringkasan

         Titik pandang tentang pendidikan yang relevan dengan maksud studi perbandingan adalah meninjau pendidikan dalam kaitan dengan masyarakat dan negara. Ini terlebih-lebih relevan untuk negara berkembang karena pada umumnya sedang menyenggarakan pembangunan dengan tumpuan yang kuat terhadap peranan pendidikan.
         Untuk menelaah tujuan pendidikan secara komparatif diperlukan rumusan yang luas. Salah satu di antaranya rumusan yang luas. Salah satu di antaranya rumusan yang berasal dari Mortimer F. Adler. Rumusan ini meliputi pengembangan diri, peranan individu sebagai warga negara, dan kaitannya dengan kehidupan dan penghidupan. Rumusan ini sejalan dengan rumusan tentang tujuan pendidikan di Indonesia.
         Meskipun telah ada kritik-kritik terhadap eksistensi dan penyelenggaraan pendidikan formal, tulisan ini terfokuskan pada jenis pendidikan ini. Ini disebabkan oleh kenyataan pendidikan formal sampai sekarang tidak dapat diabaikan baik eksistensi maupun penyelenggaraannya. Adanya jenis pendidikan ini bersifat universal.
         Selama perkembangannya yng telah tiga dekade lamanya, pendidikan perbandingan mengalami penajaman-penajaman tentang isi dan metodenya. Cabang ilmu ini tidak bersifat monometodologik, dan isinya pun berkembang sejalan dengan isyu-isyu internasional dalam bidang pendidikan.

         Tulisan ini menfokuskan pada peranan pendidikan formal terhadap perkembangan masyarakat dengan pendekatan mengetes isyu secara lintas negara. Penyajian yang ditampilkan oleh penulis bersifat deskriptif.


Catatan

1 )   Mortimer J. Adler, An Educational Manifesto,New York : The Macmillan Publishing Co. Inc., 1982, hal. 16-18.
2 )   Materi tentang pendidikan di Indonesia ini diringkaskan dari Garis-Garis Besar Haluan Negara Th. 1983, Sektor Agama dan Kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa, Sosial Budaya, tentang Pendidikan huruf a.
3 )   Ivan Illich, Deschooling Society, New York : Harrow Books : Harper and Row, Publishers, 1972, Bab 1.
4 )   Philip G. Altbach, Robert F. Arnove, and Gail P. Kelly (editors), Comparative Education, New York : The Macmilian Publishing Co, Inc., 1982, hal. 505-533.
5 )   Untuk beberapa pendekatan di antaranya junktaposisi, periksa Imam Bernadib, Pemikiran Tentang Metode pada Pendidikan Perbandingan, Yogyakarta : IKIP Yogyakarta, 1985.         


No comments:

Post a Comment